Selamat Datang di Blog
AKBID HARAPAN BUNDA
BIMA
JOIN US AND BECOME THE PART OF THE BIG FAMILY OF AKBID HARAPAN BUNDA BIMA

Minggu, 29 Mei 2011

Informed Consent, Agar Dokter dan Pasien Tahu Sama Tahu

dr M Helmi - detikHealth

img
(Foto: thinkstock)
Jakarta, Komunikasi yang baik adalah salah satu kunci keberhasilan pengobatan pasien dengan dokter. Sang dokter harus menjelaskan tindakan medis apa yang akan dilakukan sehingga pasien bisa tahu risikonya. Itulah pentingnya Informed Consent atau Surat Persetujuan Tindakan Medik, agar dokter dan pasien tahu sama tahu.

Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik adalah persetujuan tindakan medis yang diberikan pasien atau keluarganya setelah mendapat informasi yang cukup dari dokter berkaitan dengan tindakan medis yang akan dilakukan.

Hal ini penting karena semua tindakan medis harus dapat dipertanggung jawabkan, baik dari segi biaya, prosedur, sampai dengan komplikasi yang dapat terjadi. Adalah hak pasien untuk mengetahui semuanya.

Rumah Sakit (RS) akan mengajukan formulir-formulir untuk ditandatangani sejak pasien masuk RS. Formulir akan makin bertambah seiring dengan bertambahnya tindakan medis yang akan dilakukan. Keluarga atau pasien sangat disarankan untuk menanyakan apa maksud dari tiap formulir-formulir yang harus ditanda tangani.

Informed Consent merupakan salah satu bukti legal atas komunikasi tenaga medis dengan pasien atau wali. Bukti bahwa tenaga medis telah memberikan penjelasan dengan baik dan penandatanganan formulir tersebut berarti pasien telah memahami dan menyetujuinya.

Secara umum, informed consent ada dua macam, yaitu yang dinyatakan secara lisan dan yang tertulis. Pernyataan lisan biasanya dilakukan untuk tindakan medis rutin, seperti pengambilan darah, pengukuran tekanan darah.

Hal-hal yang harus dapat dipahami sebelum penandatanganan informed consent antara lain adalah:
1. Garis besar seluk-beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan atau pengobatan yang akan diberikan atau diterapkan.
2. Risiko atau komplikasi yang akan dihadapi atau mungkin terjadi
3. Prospek atau prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4. Alternatif metode perawatan atau pengobatan.
5. Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan persetujuan.
6. Perkiraan biaya atas tindakan medis yang akan dilakukan

Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindak medis tersebut. Namun bagaimanapun tenaga medis tidak mungkin untuk menjelaskan secara detil mengenai tindakan medis yang akan dilakukan.

Diharapkan setelah pemberian penjelasan tindakan medis akan didapatkan suatu diskusi antara tenaga medis dan pasien. Tenaga medis berkewajiban untuk menjelaskan dengan baik sedangkan pasien berhak untuk bertanya dengan sampai didapatkan pemahaman bersama.

Permasalahan yang sering timbul antara pasien dan tenaga medis pada umumnya adalah kurang jelasnya informasi yang didapatkan. Sangatlah penting untuk memahami tentang informasi yang diberikan tenaga medis.

Dokter adalah orang yang berkewajiban untuk memberikan penjelasan tindakan medis, terutama untuk tindakan medis yang berisiko. Apabila dokter pertama berhalangan, dapat diwakilkan oleh dokter lain yang telah mengetahui dengan baik mengenai informasi yang layak diberikan kepada pasien.

Untuk kasus-kasus kegawatan terutama untuk pasien dengan penurunan kesadaran yang datang tanpa pengawalan wali, maka tindakan resuscitation (menyadarkan) atau pertolongan pertama dapat dilakukan dengan segera tanpa menunggu kedatangan wali dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

Mengingat besarnya makna dari informed consent, maka perlu pula diperhatikan mengenai siapa yang berkewajiban untuk menandatangani formulir tersebut. Karena yang menandatangani berarti bertanggung jawab. Diharapkan persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat yang telah dewasa dan dianggap mampu menentukan keputusan.

Adalah hak pasien untuk menerima atau menolak tindakan medis yang akan dilakukan. Apabila menolak, tenaga medis akan memberikan formulir lain yang berisi pernyataan penolakan tindakan medis setelah mendapatkan penjelasan mengenai risiko yang akan terjadi.

M. Helmi MD ,MSc, Anesthesiologist
PhD Research Fellow
Read More...

Kamis, 26 Mei 2011

Bidan Wajib Kunjungi Pasiennya 2 Kali Sejak Persalinan

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

img
foto: Thinkstock
Jakarta, Bukan hanya melayani bersalin, program Jampersal juga memberi jaminan pemeriksaan selama masa neonatal. Dalam kurun 28 hari setelah persalinan, bidan wajib mengunjungi pasiennya minimal 2 kali untuk memeriksa kesehatan ibu dan bayinya.

Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan, Dr Budihardja, DTMH, MPH mengatakan kewajiban untuk melakukan kunjungan rumah diharapkan bisa menekan angka kematian bayi. Lewat pemeriksaan dini, berbagai kemungkinan bisa diantisipasi dengan lebih baik.

"Angkanya bisa diturunkan mendekati 30 persen kalau dikunjungi minimal 2 kali saja. Di desa-desa, ibu-ibu sering tidak tahu masalah yang dihadapi bayinya," ungkap Dr Budihardja usai seminar Skrining Bayi Baru Lahir untuk Cegah Keterbelakangan Mental di Hotel Twin Plaza, Jl S Parman Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2011).

Dengan adanya kunjungan bidan ke rumah pasien, gangguan-gangguan pada bayi seperti sesak napas, demam dan pneumonia bisa diatasi sejak dini. Seringkali, kematian bayi terjadi hanya karena ibu-ibu kurang menyadari risiko gangguan tersebut lalu mengabaikannya.

Dalam program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang dicanangkan Kementerian Kesehatan, kewajiban bidan melakukan 2 kali kunjungan rumah dilakukan dalam masa neonatal. Dihitung sejak masa persalinan, kurun waktunya kurang lebih sekitar 28 hari.

Bagi bayi, masa neonatal dinilai paling rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan baik yang mengancam jiwa secara langsung maupun mempengaruhi tumbuh kembang. Karena itu dalam masa tersebut, paket Japmersal mewajibkan bidan untuk berkunjung dan melakukan pemeriksaan.

Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2007, angka kematian bayi di Indonesia mencapai 34 kasus tiap 1.000 kelahiran. Sementara untuk memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs), angka tersebut harus diturunkan menjadi 24 tiap 1.000 kelahiran pada tahun 2015.


(up/ir)
Read More...

Senin, 23 Mei 2011

Musyawarah Masyarakat Desa PKL Mahasiswa Akbid Harapan Bunda

Mahasiswa peserta Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Soro Kecamatan Lambu dan Desa Sangia Kecamatan Sape kemaren mengadakan Musyawarah Masyarakat Desa  (MMD)  dengan masyarakat setempat. MMD tersebut dilaksanakan setelah mahasiswa merumuskan masalah kesehatan yang didapat selama melaksanakan pendataan dari tanggal 15 s/d 18 Mei 2011.  Data yang telah didapatkan selama pendataan, dalam kegiatan tersebut disajikan sehingga seluruh tamu undangan yang hadir dapat melihat secara langsung. Masalah-masalah kesehatan yang ditemukan di kedua desa tersebut dimusyawarahkan dengan seluruh masyarakat untuk menentukan  rencana kegiatan guma mengatasi masalah tersebut. Pemerintah Desa melalui kepada desa masing-masing sangat mengapresiasi kegiatan pendataan mahasiswa.  Kepala Desa Soro dan Sangia  sangat terkejut dengan hasil pendataan mahasiswa yang begitu rinci mulai dari jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk, kondisi kebersihan lingkungan tiap-tiap dusun dan status kesehatan ibu dan anak, remaja serta lansia. Belum pernah sebelumnya ada data desa yang serinci ini ungkapnya.

Musyawarah Masyarakat Desa sendiri berjalan dengan lancar. Tamu undangan yang hadir antara lain pemerintah desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, kader desa, bidan desa dan perwakilan dari puskesmas setempat menyepakati penyelesaian masalah kesehatan yang ditemukan dikedua desa tersebut diselesaikan melalui peran aktif mahasiswa bekerjasama dengan Pemerintah Desa dan Puskesmas. Bentuk kegiatan yang disetujui untuk dilaksanakan dalam rangka mengatasi masalah kesehatan yang ada adalah penyuluhan kesehatan oleh mahasiswa, lomba balita sehat, kerja bhakti dan lain-lain.
Kegiatan implentasi akan dilaksanakan selama 9 hari disetiap dusun yang ada di kedua desa tersebut. Pemerintah desa, puskesmas dan dosen pembimbing dari institusi mengharapkan mahasiswa untuk tetap menjaga semangat dan kerjasama guna suksesnya pelaksanaan implementasi tersebut.
Selamat bekerja !







Read More...

Minggu, 22 Mei 2011

Anak Juga Butuh Vaksin Influenza Selain Vaksin yang Wajib

 (Foto: thinkstock)
 Merry Wahyuningsih - detikHealth
 Jakarta, Di Indonesia, vaksin yang diwajibkan untuk balita dan anak adalah vaksin BCG, DPT, POLIO, hepatitis B dan campak. Tapi selain vaksin tersebut, anak juga membutuhkan vaksin influenza.

"Sebenarnya sejak tahun 2006, Satuan Tugas (Satgas) Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia sudah memasukkan imunisasi influenza ke dalam jadwal imunisasi untuk anak," jelas Prof Dr Cissy Kartasasmita, Guru Besar dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, dalam acara konferensi pers Indonesian Influenza Foundation (IIF) dengan tema 'Pahami dan Cegah Influenza: Dari Musiman Hingga Pandemik' di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta seperti ditulis Senin (23/5/2011).

Menurut Prof Cissy, vaksin influenza dianjurkan diberikan sejak usia 6 bulan setiap tahunnya, sesuai dengan anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Namun sampai dengan saat ini, vaksinasi influenza di Indonesia belum populer. Sehingga diperlukan sosialisasi dari pemerintah dan edukasi dari petugas medis agar manfaat dari vaksinasi influenza dikenal luas oleh masyarakat," jelas Prof Cissy yang juga Ketua Indonesia Influenza Foundation.

Prof Cissy mengatakan bahwa vaksin influenza memang tidak termasuk vaksin yang diprogramkan wajib oleh pemerintah, juga tidak dibiayai oleh pemerintah.

"Tapi vaksin-vaksin yang tidak masuk program bukan berarti tidak penting. Vaksin influenza penting untuk anak terutama yang usianya kurang dari 6 bulan, karena merupakan kelompok yang paling parah terkena influenza," jelas Prof Cissy yang berpraktik di Departemen Kesehatan, RSU Hasan Sadikin, Bandung.

Menurut Prof Cissy, biaya untuk vaksin influenza memang sedikit mahal, yaitu Rp 100 ribu. Selain biaya, efek samping setelah vaksinasi juga sering menjadi alasan orangtua belum memvaksin anaknya.

"KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Operasi) vaksin influenza antara lain kemerahan, sakit di bagian yang disuntik, panas, demam tapi tidak tinggi. Jadi anak harus sehat sebelum divaksin, kalau panas nggak boleh diberikan. Jadi bisa dibedakan itu panas karena sakit atau karena KIPI," jelas Prof Cissy.

Namun Prof Cissy menegaskan bahwa vaksin influenza adalah vaksin yang aman. Karena semua vaksin influenza yang beredar di seluruh dunia telah diatur oleh WHO.

(mer/ir)
Read More...

Sabtu, 21 Mei 2011

Kemampuan Mengunyah pada Bayi Perlu Dilatih

Lusia Kus Anna | Sabtu, 21 Mei 2011 | 09:06 WIB
Kompas.com - Kegiatan makan melibatkan proses mengunyah dan menelan. Kemampuan ini tidak otomatis dikuasai bayi, namun merupakan keterampilan yang harus dipelajari secara bertahap.
Perkembangan keterampilan makan dimulai pada saat bayi baru lahir. Di usia ini bayi baru memiliki refleks menghisap. Refleks ini juga perlu dirangsang agar bayi mengarahkan mulut ke puting ibunya untuk mendapatkan ASI.
Di usia 4-6 bulan, refleks menghisap semakin matang, dan bayi sudah bisa dikenalkan pada makanan semi padat. "Sebaiknya pengenalan makanan semi padat dimulai pada usia 6 bulan karena di usia ini saluran cerna, sistem imun dan kemampuan oral motor bayi sudah matang," kata dr.Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K).
Kemampuan oral motor dapat didefinisikan sebagai sistem gerak otot yang mencakup area rongga mulut, termasuk rahang, gigi, lidah, langit-langit, bibir, dan pipi. Di usia 6-18 bulan kekuatan, koordinasi dan kontrol dari struktur mulut ini menjadi dasar dari kegiatan makan, mulai dari menghisap, menelan, menggigit, dan mengunyah.
"Pengenalan makanan yang akan diberikan pada bayi harus benar-benar tepat sesuai tahap perkembangan dan keterampilan makan bayi," kata dr.Yanti di sela acara peluncuran Promina Complete Stimulation di Jakarta (20/5).
Usia 6-9 bulan, menurut dr.Yanti adalah fase kritis karena di usia ini bayi memiliki kebutuhan untuk mengunyah. "Di usia ini semua ingin dimasukkan dalam mulut bayi. Karena itu harus distimulasi dengan pemberian makanan padat atau bertekstur," imbuh staf pengajar di departemen ilmu kesehatan anak FKUI/RSCM ini.
Pada usia 6-9 bulan disebut juga dengan periode kritis. "Jika di usia 6 bulan ini anak tidak punya keterampilan mengunyah dan menelan, fase kritis ini akan terlewat karena di usia 9 bulan perhatian anak akan teralih. Konsentrasinya bukan belajar makan, tapi ia lebih senang bermain," katanya.
Di usia 9-12 bulan ketermpailan mengunyah anak semakin sempurna selain itu kemampuan memegang benda dengan jari juga berkembang. Orangtua bisa mulai melatih kemandirian anak untuk belajar makan sendiri saat anak berusia di atas setahun.
Tekstur makanan Melatih keterampilan makan anak merupakan tantangan bagi orangtua. Untuk menstimulasi kepandaian anak dalam mengunyah makanan, sebaiknya tekstur makanan diperkenalkan sesuai tahapan usianya.
Di usia 6 bulan, anak sudah bisa diperkenalkan dengan bubur halus yang ditambah ASI. Seiring dengan bertambahnya usia dan keterampilan anak, pada rentang usia 9-12 bulan anak bisa dikenalkan makanan yang agak bertekstur dengan berbagai variasi rasa.
Di usia 9 bulan ini pada umumnya bayi mulai tumbuh gigi dan sudah mampu menggigit makanan lunak. Kemampuannya memegang makanan juga semakin baik. "Anak bisa diperkenalkan dengan biskuit yang dipegang sendiri. Biskuit bayi tidak untuk dicampur air dan dihaluskan, tapi dimakan langsung," kata dr.Yanti.
Dalam pemberian makanan, pastikan agar makanan diberikan dalam jumlah sedikit-sedikit dengan ukuran tidak terlalu besar.
Perhatikan pula  variasi rasa agar anak mengingat berbagai rasa makanan yang sudah dikenalnya semasa dalam kandungan dan masa menyusui.
Read More...

Jumat, 20 Mei 2011

PKL Mahasiswa Akbid Harapan Bunda Angkatan II

Mahasiswa Akbid Harapan Bunda Angkatan II pada tanggal 14 Mei 2011 mulai melaksanakan PKL (praktek Kerja Lapangan) di desa Sangia Kecamatan Sape dan desa Soro Kecamatan Lambu. Kegiatan ini rencananya dilaksanakan selama 22 hari efektif terhitung sejak tanggal 14 Mei - 4 Juni 2011. Selama melaksanakan praktek mahasiswa akan mengimplementasikan ilmu yang secara teori telah didapatkan di bangku kuliah. Dalam pelaksanaanya mahasiswa akan melakukan pendataan terhadap seluruh Kepala Keluarga yang ada di kedua desa tersebut, pendataan tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan masalah-masalah kesehatan utamanya masalah kesehatan ibu dan anak. Selanjutnya setelah masalah-masalah kesehatan tersebut terdata melalui kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD), mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat akan menentukan kegiatan apa yang akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut. Mahasiswa diharapkan mampu bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Puskesmas Sape Utara, Puskesmas Lambu, Pemerintah Desa setempat dan Institusi-institusi lain yang dapat membantu mengatasi masalah kesehatan yang ada.
Diakhir kegiatan ini diharapan masalah-masalah kesehatan yang ada di kedua desa tersebut dapat teratasi dengan dan baik dan apabila membutuhkan tindak lanjut, akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait untuk menindaklanjutinya.
Read More...